Selain harganya relatif murah, styrofoam banyak digunakan karena tahan air, bisa mempertahankan makanan panas/dingin, praktis dan harganya relatif murah. Namun ternyata, bahaya di balik penggunaan styrofoam nyata mengancam kesehatan kita. Bahaya tersebut bukan main-main, yakni adanya resiko kanker, tumor dan bahkan kematian.
Apa itu styrofoam?
Styrofoam (baca: sterofom) adalah sejenis bahan kimia buatan turunan plastik yang dibuat pada tekanan dan suhu tertentu. Terbuat dari monomer stirena dan terdiri dari sekitar 10% gas n-butana dan 90% sisanya adalah polystyrene. Seringkali orang salah kaprah dengan menganggap styrofoam adalah gabus, padahal keduanya tidak sama.
Karena polystyrene rapuh, maka butuh bahan kimia lain untuk pembuatannya. Gas CFC (chlorofluorocarbon) juga diperlukan saat pembuatan styrofoam. Sekedar mengingatkan, CFC adalah bahan yang mengikis lapisan ozon pada langit bumi dan mengakibatkan pemanasan global (Global Warming).
Penyakit yang bisa ditimbulkan oleh styrofoam antara lain:
- Anemia
- Menurunnya kekebalan tubuh
- Susah tidur
- Gelisah
- Mudah lelah
- Gangguan kalenjar tiroid
- Percepatan detak jantung
- Badan gemetar
- Kanker payudara, kanker prostat
- Tumor
- Siklus menstruasi yang kacau
- Gangguan pada kehamilan
- Hilang kesadaran
- Kematian
Dampak buruk diatas tak luput dari bahan-bahan dasar pembuat styrofoam yakni benzana.
Terutama pada makanan/minuman panas, bahan berbahaya yang terkandung dalam styrofoam ini akan meleleh dan dengan mudah bisa masuk ke tubuh orang yang mengonsumsinya. Karena bahan berbahaya tersebut tidak larut dalam air alias tidak bisa dikeluarkan lewat BAB maupun BAK, potensi timbulnya penyakit ganas seperti kanker pun makin besar.
Bahaya bagi lingkungan
Penggunaan styrofoam ternyata tak hanya merugikan manusia secara langsung, tapi juga pada lingkungannya. Alasannya sederhana, yakni styrofoam tak bisa larut alam (diurai secara otomatis oleh alam). Proses daur ulang kelihatannya bisa jadi solusi, tapi tetap saja tak menghilangkan bahaya bagi manusia.
Pada saat pembuatan styrofoam, limbahnya sendiri termasuk sebagai limbah berbahaya. 57 zat berbahaya yang terlepas di udara juga tak boleh diremehkan. Karena itu proses daur ulang sama saja bohong.
Ironisnya, di Indonesia penggunaan bahan berbahaya ini masih banyak dijumpai. Tak hanya di pinggir jalan saja, tapi juga di beberapa restoran cepat saji (fast food). Padahal, bahaya styrofoam sangat jelas mengancam di depan mata.
Harga yang sangat murah membuat bahan ini menjadi pilihan sebagai alat wadah makanan. Tapi, apakah karena itu kesehatan harus dikorbankan? Semoga pemerintah bisa menindak para penjual makanan yang masih saja menggunakan styrofoam.