Rasululloh bersabda, “Hendaklah kamu sekalian berbuat jujur. Sebab kejujuran membimbing kearah kebajikan. Dan kebajikan membimbing kearah syurga. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat jujur dan bersungguh-sungguh dalam melakukan kejujuran sehingga dia ditulis disisi Allah sebagai orang jujur. Dan hindarilah perbuatan dusta. Sebab dusta membimbing kearah kejelekan. Dan kejelekan membimbing kearah neraka. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat dusta dan bersungguh-sungguh dalam melakukan dusta sehingga dia ditulis disisi Allah sebagai pendusta” (HR. Bukhari Muslim)
J-u-j-u-r ! Sebuah istilah, simbol kemuliaan akhlak manusia yang mengaku beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Sebuah kata sederhana, tetapi menjadi syarat utama yang harus dibawa calon-calon pelamar penghuni Surga. Kebalikannya adalah sifat pendusta/pembohong, sebuah tindakan ‘pengecut’ dari seseorang dalam menghadapi atau menerima ujian dan karunia Allah SWT. Pendusta selalu menyembunyikan kebenaran yang telah diakui hati nuraninya dan menunjukkan ‘kebalikan’-nya kepada manusia lain dengan motif keuntungan pribadi.
Pantas sekali Allah SWT menghadiahi pendusta dengan hukuman berat. Sebuah tempat yang paling bawah di neraka sudah disediakan. Kedustaan adalah ciri orang-orang munafik. Seperti yang terukir dalam QS.63:01.
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”
Kejujuran adalah harga mati. Jika kejujuran hilang dari muka bumi, maka peradaban dunia tidak akan lagi bersahabat dengan manusia. Kepalsuan seorang penguasa dalam berjanji dan curang dalam mengelola negara akan menimbulkan kesusahan masal pada rakyatnya. Kepalsuan seorang karyawan untuk memperoleh keuntungan ‘haram’ dan menjilat pimpinan demi perlakuan yang lebih baik, cepat atau lambat itu akan membuat kehancuran perusahaan. Kebohongan seorang istri kepada suami dalam mengurus rumah tangga akan bermuara pada jauhnya iklim sakinah dalam keluarga, begitupun sebaliknya. Kejujuran antara suami, istri dan anak akan membuat ketentraman dan keberkahan, karena Allah SWT akan selalu menaungi keluarga hamba-Nya yang jujur.
Seorang mahasiswa yang selalu tidak jujur dalam ujian, hanya akan menghasilkan prestasi ‘semu’. Sifat tercela itu akan terus terbawa ketika bekerja dan berinteraksi dalam lingkungan berikutnya. Bukankah kebohongan yang pertama akan disusul kebohongan-kebohongan berikutnya? (hayo ngaku!)
Jurus-jurus lisan pelaku yang tidak jujur ;
- Wah, jaman susah seperti ini kog jujur!. Lha wong tidak jujur saja masih tetep susah.
- Kalo saya jujur, kapan saya bisa beli rumah dan mobil?
- Biarlah saya tidak jujur, toh hasilnya akan saya sisihkan untuk beramal dan nyumbang anak yatim. Dan saya akan bertobat dan berbuat jujur, nanti!.
- Kenapa saya harus takut?lha wong semua orang disini melakukannya yang penting TST-lah (tahu sama tahu), beres!.dsb
Begitulah seorang munafik yang akan selalu mencari kambing hitam dan pembenaran.
Begitu merajalelanya kedustaan menimbulkan kelangkaan spesies orang jujur. Sehingga orang jujur banyak dicari untuk diberi penghargaan yang istimewa.
Dalam pandangan syari’at, jujur dalam bahasa arab disebut ‘ash Sihdqun’. Demi memudahkan dalam memahami dan mengamalkannya. Kejujuran dapat diklasifikasikan pada ;
1. Jujur Hati (Shidqul Qalbi)
Begitu banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menerangkan kalau ‘status’ kondisi hati akan mempengaruhi secara keseluruhan kepada empunya.
Hati akan mensifati semua kelakuan yang dilakukan anggota badan lainnya.
Rasululloh bersabda, “Ingatlah dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh tubuh. Dan bila ia rusak, rusaklah seluruhnya. Itulah kalbu.” (HR. Bukhari)
Jika hati sudah tidak jujur berarti standar kebenaran dalam diri sudah rusak. Setiap perintah yang akan menggerakan tubuh akan melewati dulu proses quality standard di hati. Bayangkan kalo hati itu rusak! maka semua perbuatan akan dilakukan dengan standar semaunya.
Memelihara hati dilakukan dengan cara : (1) ikhlas dalam bertindak (2) memupuk tawakal (3) berusaha selalu khusyuk (4) selalu berdzikir
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenang.” (QS.13:28)
Dan hati yang salim-lah yang akan menuntun kita ke Surga. Itulah suatu hari dimana semua harta dan tahta di dunia tidak berarti sedikitpun bagi manusia.
2. Jujur saat Berucap (Shidqul Hadist)
Ucapan yang benar akan menyelamatkan dan menentramkan manusia disekitarnya. Berucap dengan jujur berarti telah memikirkan dulu setiap yang akan dikeluarkan dari rongga mulut, bukan malah berpikir belakangan setelah ucapan diutarakan.
Mengutarakan yang benar berarti berani menanggung resiko dicaci dan dipuji. Keberanian ini timbul karena keyakinan bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan sebuah kejujuran. Tidak ada yang sulit bagi Allah SWT, adalah mudah menolong hamba seketika itu juga dengan tiba-tiba dan tanpa disangka-sangka.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta’ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS.33:70-71)
Sebaliknya nasib pendusta di dunia, dia akan mencicipi siksaan. Dia akan dilabeli sebagai ‘orang ini tidak dapat dipercaya’ dan pengkhianat. Lebih celaka lagi bila didoakan tidak baik oleh semua orang yang telah teraniaya karenanya.
3. Jujur dalam Amal (Shidqul Amal)
Ucapan dan perbuatan yang tidak matching alias tidak konsekuen akan membuat kebencian yang sangat besar dari Allah SWT.
Omongan dan perbuatan ibarat langit dan bumi.
Ucapannya manis tapi perlakuannya pahit. Bicaranya halus namun perbuatannya kasar dan menyakitkan. Omdo alias omong doang!.
NATO (no action talk only). Teori tok, praktek nol.
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS.61:2-3)
4. Jujur bila Berjanji (Shidqul Wa’d)
Berhati-hatilah dalam membuat janji. Amati, janganlah kita termasuk orang yang pelit yakni hanya mau melakukan sesuatu kebaikan jika sudah mendapatkan sesuatu.
Jangan mudah berjanji, berusahalah jujur pada diri sendiri dan ukurlah kemampuan diri. Sehingga tidak terjebak dalam keterpaksaan dan ketidakikhlasan.
“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfa’at) sampai ia dewasa dan penuhilah janji. sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.”(QS.17:34)
Kalaupun harus berjanji, lakukan dengan tulus. Mintalah pertolongan Allah SWT agar dimudahkan dalam melaksanakannya sehingga terpenuhi dengan tepat dan baik. Berjanji kepada siapapun, pada hakekatnya berjanji kepada Allah SWT.
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS.16:91)
5. Jujur dengan kenyataan (Shidqul Haal)
Manusia jujur akan menampilkan diri apa adanya, tanpa topeng yang dibuat-buat. Dia tidak akan memakai topeng orang lain dalam dirinya. Dia tanggalkan pakaian kepalsuan. Tidak perlu mendompleng nama besar orang lain. Tidak perlu bersembunyi dalam diri orang lain. Semua itu hanya akan menghasilkan profil dan status fatamorgana yang singkat. Karena cepat atau lambat manusia akan menemukan keaslian dari kita, walaupun dibungkus rapi.
Rasululloh SAW senantiasa mengingatkan kepada umatnya, “Orang yang merasa kenyang dengan apa yang tidak diterimanya sama seperti orang yang memakai dua pakaian palsu.” (HR. Muslim)
Mari kita tinggalkan segala kepalsuan yang telanjur menempeli diri kita. Hadapilah resiko kejujuran dengan berani. Pada dasarnya hanya kepada Allah lah kita merasa takut. Takut tidak bisa mempertanggungjawabkan segala perilaku kita. Takut tidak diperkenankan memasuki Surganya Allah.
Rasululloh SAW bersabda, “Pegang teguhlah 6 perkara niscaya akau memberi jaminan surga. Berbicaralah dengan jujur bila kamu berbicara.Tepatilah janji bila kamu berjanji. Sampaikanlah amanat bila kamu diamanati. Jagalah farjimu dari perbuatan zina. Palingkanlah pandanganmu dari perbuatan maksiyat. Dan, tahanlah tanganmu dari meminta-minta.” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban dari ‘Ubadah bin Shamit)
Kejujuran bukanlah suatu kelebihan tetapi sebuah kewajiban. Semoga bermanfaat.
Diposting Oleh : ADI WIBOWO @ Tangandunia - Kumpulan Artikel Menarik
Artikel Kejujuran Itu Harga Mati Semoga bermanfaat bagi sobat blogger . Terimakasih atas kunjungan Sobat Blogger yang bersedia membaca artikel ini. Kritik dan Saran sobat dapat sampaikan melalui Kotak komentar di bawah ini. Sekali Lagi saya Ucapkan Terima Kasih .
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan komentar anda di sini !! Kritik dan saran AGAN sangat di perlukan.